KEMURIDAN KRISTUS DAN JALAN YESUS

Panggilan yang terdalam dan esensial dari orang Kristen adalah menjadi kudus. Menjadi kudus ditandai dengan persatuan yang mesrah dengan Sang Guru yaitu Yesus Kristus. Hakekat persatuan itu ditandai dengan prinsip kemuridan umat Kristen. Para Murid yang dipilih Yesus berasal dari lingkunganNya. Para muridNya termasuk orang publik dan para pendosa.
Panggilan Yesus menuntut sikap ketaatan kepada Tuhan dan kesediaan untuk bermisi dalam melayani kerajaan Allah. Dia mewajibkan kepada pengikutNya untuk membuat keputusan yang radikal. Dia tidak hanya mengurusi kepentingan dirinya sendiri tetapi kepentingan tertinggi yaitu Allah yang adalah absolut dari dirinya sendiri.

Arti Penting Kemuridan

Dengan menjawab “ ya” kepada Tuhan pada saat pembaptisan, ini membawa konsekuensi pada peziarahan iman selanjutnya yaitu siap menjadi seperti Yesus dan melakukan apa yang dikehendaki Yesus bahkan rela menderita seperti Yesus. Menjadi seperti Yesus biasa disebut imitasi atau serupa dengan Yesus ( Alter Christi). Keserupaan kita dengan Yesus menuntut sikap ketaatan yang radikal terhadap tuntutan yang diberikan kepada kita dan siap membawa Yesus kepada semua orang. Setiap orang Kristen harus menampakkan nilai penting ini. Tidak ada kerelaan yang lebih terbuka dan ketaatan yang lebih indah daripada bersikap selayaknya seorang murid.
Yesus tidak menginginkan privilese sosial, religius maupun dinasti pada saat pemilihan para muridNya. Dia meletakkan para pengikutnya dalam cara yang radikal dan ekstrim. Dia meminta mereka untuk meninggalkan rumah dan keluarga mereka dan melepaskan profesi dan jalan hidup mereka serta mengikutiNya dengan tegas. Hal ini menuntut suatu hidup yang penuh dengan resiko abrang siapa ayng tidak berani mengambil resiko demi Allah, dia tidak bisa melakuakn hal yang terbesar bagiNya. Sifat dasar Yesus digambarkan secara khas dalam diri seseorang yang meminta kepadanya untuk hanya menguburkan ayahnya sebelum mengikutinya. Yesus menjawabnya dengan keras : Biarkan orang mati menguburkan orang mati tetapi kamu pergilah dan wartakanlah kerajaan Allah ( luk 9:59).

Radikalitas Kemuridan Berhadapan Dengan Realitas Sosial

Yesus memilih para murid dan terus mengangkat umatNya sampai sekarang berkat karya Roh kudus untuk diutus ke dalam dunia yang mengenal konteks sosialnya. Berbicara tentang radikalitas berarti tuntutan yang sifatnya mengakar. Kita harus mengikuti Yesus sampai ke akar-akarnya. Yesus menghendaki agar kita harus membagikan nilai keilahiannya kepada sesama sebagaimana yang diungkapkan Gereja dalam caranya yang khas. Kita harus mengampuni yang lain sebagaimana dia telah mengampuni orang Yahudi yang merajam dan menghukum dia secara tidak adil. Persoalanan ini merupakan sisi lain dari kisah Yesus sebagai korban politik pada saat itu. Meskipun dia menjadi korban politik yang tragis, Dia masih memiliki hati untuk mengampuni mereka. PengikutNya juga diajak untuk mengikuti teladanNya.
Cinta kasih adalah hukum utama dan terutama yang diwartakannya. Tindakan cinta yang tidak diskriminatif merupakan harapan Yesus kepada pengikutNya. Bahkan kita mencintai musuh kita. Kita diajak untuk tidak hanya mencintai apa yang kita sukai tetapi harus berkubang dalam realitas sosial yang secara manusiawi tidak kita sukai. Dalam realitas plural yang tidak hanya mengagungkan prinsip homogenesis, di sana cinta kasih yang diwartakan Yesus mendapatkan tempat semaiannya yang sempurna.
Yesus dalam injil Yohanes mengungkapakan kesatuan antara bapa, diriNya dan kita (umat Kristen). Kita juga harus menjadi satu terutama dalam hal pikiran, kehendak dan perbuatan. Kita harus hidup dalam Kristus, rela mati bersamanNya dan berani membagikan rahmat kebangkitanNya ke semua orang. Mencintai sebagaimana Yesus lakukan dengan mengorbankan diriNya untuk wafat di salib demi penebusan dosa manusia atas dasar prinsip yang sama yaitu cinta adalah tuntutan cinta yang radikal. Cinta juga nampak dalam sikap melayani tetapi konsep pelayan menurut Yesus sangat unik. Barangsiapa tidak menjadi seperti anak kecil, dia tidak akan menjadi pemimpin. Pemimpin bagi Yesus adalah pelayan. Pelayan tidak mendambakan sifat ambisius. Pelayan hanya memiliki hati untuk memberikan diri secara total kepada orang lain. Pelayan tidak bermaksud untuk memenuhi hasrat pribadi. Pemimpin bagi Yesus selalu mengambil posisi sebagai bawahan yang sama seperti bawahan. Bukan pemimpin yang menindas dengan tangan besi yang menghasilkan badai represif bagi mereka yang dipimpinNya.
Potret seorang murid harus mengenakan Yesus dalam arti bahwa siap menderita bersama Dia dan membagi sisi keilahianNya dengan rendah hati. Membagi sisi keilahian Yesus bukan hanya sekedar membagi dalam rupa kata-kata tetapi dalam totalitasnya sebagai pribadi. Yang dibagikan adalah diri seutuhnya sebagai manusia yang harus berada bersama orang lain dan hidup dalam kenyataan sosial. Kita mengenakan semangat kompasion yang tidak sekedar simpatik tetapi berani menceburkan diri ke dalamnya.
Hidup untuk orang lain menuntut adanya sikap pelayanan. Tetapi jangan pernah menyangka bahwa pelayanan dewasa ini mulus-mulus saja. Kita berhadapan dengan situasi yang menyengat jiwa dan meyayat hati yang berpuncak pada sikap pengambil-bagian penderitaan Kristus melalui penderitaan kita oleh karena pelayanan kita. Bahkan siap mati seperti Kristus.

Siap Menantang Badai

Menarik karena liturgi katolik menempatkan hari misi sedunia secara khusus. Hari misi itu hendak mengajarkan kepada kita suatu kesadaran bermisi. Kesadaran bermisi adalah sikap yang rela keluar dari kungkungan egoisme dan berani hidup “berkeliaran” secara wajar di tengah dunia yang membutuhkan sesamanya ketika mereka tertekan, terasing dan dan tak berdaya karena kehilangan harapan. Kita memberikan mereka kesadaran bahwa mereka masih memiliki harapan. Tentu saja kita tidak membawa Yesus seperti yang terbungkus dalam dogma yang tersusun rapih ketika kita berhadapan dengan orang lain yang tidak seiman dengan kita. Tetapi kita membagi semangat pelayanan Yesus dengan cara yang kreatif. Sehingga tidak adanya isu kristenisasi di balik pelayanan kita.
Berkubang dengan masalah sosial dewasa ini menuntut sikap yang cekat dan keatif. Kecekatan kita berkaitan dengan kepekaan nurani untuk terlibat dalam masalah-masalah sosial terutama menuntut adanya keadilan di bumi dan penghargaan terhadap martabat manusia yang sempat disisihkan dan dilecehkan. Selain memperhatikan manusia yang sedang bergulat dengan berbagai problem, kita juga harus menjadi nabi yang mewartakan adanya sikap penghargaan yang luhur terahdap dunia dan alam ciptaanNya berdasarkan nurani yang benar.
Dalam alam pluralisme yang sedang mengalir deras ini, kita dituntut untuk menghargai keberagaman baik yang universal maupun partikular. Keberagaman yang yang menyerukan kesamaan hak dan kewajiban tetapi juga harus mendarat kepada masalah pribadi manusia berserta lokalitas budayanya. Manusia dan dunia yang ada bersamanya harus mengalami kekabasan yang kreatif dan emansipatif. Kebebasan yang kreatif adalah terciptanya kondisi sosial yang memanusiakan manusia (humanizing human). Prinsip emansipatif terjadi ketika manusia berani keluar dari kungkungan peradaban yang memperbudak manusia oleh budayanya sendiri.

Aku Diajak untuk Tidak Hanya Bermimpi

Manusia bebas bermimpi. Tetapi mimpi-mimpi itu bukanlah khayalan imajiantif yang kosong dan tidak berarti. Mimpi itu harus berdampak pada aksi lanjut. Teks ini berbicara kepada saya untuk tidak hanya pandai bermimpi tentang Yesus tetapi harus berani bersikap seperti Yesus dan berpartisipasi aktif dalam mencapai sasaran visi dan misiNya di dunia. Ada beberapa kebijaksanaan praktis yang diajarkan kepada saya melaui teks ini.
Pertama, saya diajak untuk hidup secara lebih radikal dalam menghayati tuntutan injilNya. Diminta suatu penghayatan yang total.
Kedua, Menjadi seperti Yesus berarti siap menghadapi berbagai penganiayaan dan penderitaan.
Ketiga, Cinta akan Yesus berdimensi sosial dan menembus batas kultural pribadiku yang sempit. Dalam arti bahwa saya harus terbuka terhadap perkembangan zaman berserta aneka tuntutan yang menyertai zaman itu.
Keempat, menjadi sarana penyalur kasih adalah menjadi manusia bagi Tuhan (man for God) dan menjadi manusia bagi yang lain (man for the others).

Comments

Popular posts from this blog

PELAYANAN YOHANES PEMBAPTIS (MATIUS 3:1-17)

MENYINGKAP TABIR MATERIALISME DAN HEDONISME PARA ARTIS JAMAN KINI

NILAI SOLIDARITAS ACARA WUAT WA’I DALAM MASYARAKAT ADAT MANGGARAI