PENDIDIKAN, APA KABARMU??

Sisi lain dari kehidupan manusia yang dirancang sejak awal dengan sifat baik adanya adalah keanehan. Di tengah pengejaran manusia akan kebaikan, berseliweran keanehan-keanehan yang cirinya bukan saja misterius, tetapi nyata. Bukan keanehan misterius ketika seorang siswa SMU yang beragama katolik nyaris tidak bisa menjawab setengah dari pertanyaan yang dikerjakan dalam soal ulangan semester. Bukan juga keanehan misterius ketika seorang lulusan sarjana tidak memiliki pekerjaan atau pengangguran. Dan bukan juga sesuatu yang mudah dimengerti ketika seorang siswa kelas tiga SMU sering absen di sekolah dan membuat surat sakit yang isinya juga penuh keanehan. Bahkan patut berujar “lucunya sekolah ini”. Laci! Di sinilah cerita ini pada mulanya. Karena dari dalam laci tersebut seorang guru muda menemukan kumpulan kertas yang tidak tertata dengan rapi. Karena penasaran dengan tumpukan kertas tersebut serta dibarengi niat baik seorang guru muda untuk merapikan tumpukan kertas tersebut, pak guru ini mengangkat kumpulan kertas itu satu persatu. Tak lupa dia membaca sejenak isi setiap kertas yang ternyata semunya merupakan kumpulan surat sakit dan izin dari para siswa kepada pihak sekolah ketika mereka berhalangan hadir untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar sebagaimana biasanya. Secara perlahan, guru muda ini membaca isi surat satu persatu. Maklum, si guru muda ini barusan lulus dari perguruan tinggi. Sikap kritis dan kepeduliannya terhadap keanehan mencuat. Dia mengkritisi tata bahasa dan tehnik penulisan suratnya. Pada saat itu, guru muda ini bertanya dalam hatinya, seperti inikah produk pendidikan yang sesungguhnya. Mengapa tidak bisa menciptakan yang lebih? Dari segi tata bahasa, tidak satupun dari keseluruhan surat tersebut memenuhi standar tata bahasa yang baku dan benar. Susunan kalimatnyapun kacau balau. Dan lebih janggal lagi adalah soal tehnik penulisan surat itu sendiri. Masa surat resmi formatnya tidak kalah seperti memo? Di tengah keanehan, muncul juga isi surat yang bernada humor. Ketika membaca surat tersebut, si guru muda ini hanya bisa tertawa lucu sambil memekikkan kemuakan akan kebodohan yang tidak perlu. Pak guru ini memilah-milah antara surat yang cukup baik (bukan baik), tidak baik, dan yang sangat buruk serta mengundang kelucuan. Dia hanya mengambil beberapa surat yang menurutnya menarik untuk dicermati dan sebagai bahan diskusi dengan teman-temannya. Dia mau mengangkat hal ini dalam perbincangan ringan ataupun serius dengan kawan gurunya. Hal ini didorong oleh idealismenya sekaligus kepeduliannya akan dunia pendidikan. Selain itu, dia didorong oleh suatu persepsi yang salah tentang lembaga pendidikan tempat dia mengabdi. Pada mulanya dia mengenal lembaga ini sebagai lembaga yang terhormat dan cukup bergensi serta memiliki nama yang cukup baik dalam hal kualitas. Namun, fakta berbicara lain dan hal itulah yang membuat dirinya merasa tersentak. Satu persatu pak guru inu membaca surat-surat yang aneh tersebut. Dia membaca surat pertama yang isinya demikian “melalui surat ini, saya ingin memberitahukan bahwa pada hari ini dan hari selanjutnya tidak bisa mengikuti pelajaran seperti biasanya sampai sembuh, dikarnakan sakit/demam. Atas perhatian Bapak/ibu Guru kami ucapkan terima kasih.” (Isi surat tidak ada pengeditan). Tanpa memberi komentar sedikitpun, keanehan dar i isi surat tersebut dengan mudah terbaca. Kemudian dia mengambil surat kedua dan membacanya. Surat yang kedua ini cukup mengundang gelak tawa ketika mendalami isinya. Sungguh ngawur. Surat yang kedua ini isinya demikian :” salam hormat, ada maksud dan tujuan dengan kedatangan surat saya ini, saya yang bernama Belasius (Bukan nama sebenarnya) tidak dapat masuk sekolah seperti biasanya di karenakan hari ini saya pergi atau pulang ke embaloh hilir dikarenakan saya mau menjemput nenek sayadan akan membawanya kerumah sakit, karena orang tua saya sedang berada di Pontianak, dan tidak ada yang dapat menjemput nenek saya untuk pergi ke putussibau. Itu saja yang dapat saya beritahukan, semoga ibu wali kelas dapat menGizinkannya, dan memakluminya. Terimakasih. “ (isi surat original) Surat yang ketiga isinya sangat tidak logis. Surat ini isinya untuk meminta perizinan. Perizinan adalah suatu permohonan. Sebagai sebuah permohonan, ada pihak yang memohon dan yang mengabulkan permohonan. Ketika permohonan izin dilakukan melalui surat dan yang bersangkutan belum sepat menerima konfirmasi atas permohonan tersebut, maka pada saat yang sama si pemohon berlaku sebagai pemohon sekaligus yang memiliki wewenang untuk mengabulkan permohonan tersebut. Padahal, lembaga pendidikan memiliki kaidah proseduralnya sendiri. Surat ketiga ini isinya demikian: “Bersama dengan kedatangan surat ini. Saya memberitahukan bahwa: Nama : Yohanes Pemandi Kls : XII Tgl : 25-9-2012 Tidak bisa mengikuti mata pelajaran seperti biasa dikarnakan sedang menjenguk kakak yg sedang sakit di kampung. Demikian surat dari saya. Atas izin Bapak/ibu Guru saya ucapkan Trima kasih.” Tujuan pendidikan adalah usaha berkala untuk memanusiawikan manusia (Humanizing Human). Sifat manusiawi yang dilekatkan kepada seorang pribadi menurut Plato diperoleh ketika dia menggunakan akal budinya dengan baik. Berbeda dengan Plato, Paullo Friere mengatakan bahwa melalui pendidikan, seorang manusia dibentuk menjadi pribadi yang integratif dan menemukan sifat pembebasan. Pembebasan yang dimaksud adalah bahwa melalui pendidikan manusia bisa terbebas dari kungkungan kebodohan dan dengan kecerdasannya manusia bisa sekreatif mungkin membebaskan dirinya dari situasi kemiskinan struktural yang melekat padanya. Bisa dimengerti jika yang dikedepankan adalah unsur pembebasan dari sebuah pendidikan. Paullo Frierre adalah seorang filsuf pendidikan yang berasal dari Brasil. Dia sangat menekankan suatu model pendidikan bagi setiap warga yang tidak mampu agar melalui proses pendidikandia bisa menemuakn cara untuk kelaur dari keadaan hidupnya yang miskin. Konteks pemikirannya adalah pendidikan bagi kaum marginal. Isi surat yang dibaca oleh seorang guru muda di sebuah seolah tersebut sedikit emnunjukkan wajah buram pendidikan kita. Kesalahan bukan saja terletak pada proses pendidikan, tetapi sistemnya. Sehingga usaha untuk kelaur dari kemiskinan ilmu dan kedangkalan kecerdasan tersebut, kita perlu mereformasi sistem. Dengan cara ini, kita bisa menemukan pola yang sinergis untuk membentuk dunia pendidikan kita ke arah yang lebih baik. Bukan hanya wajah dunia pendidikan yang menjadi berkualitas, anak didik pun menjadi berkualitas. Tak kalah dengan reformasi sistem adalah reformasi mental. Mental malas dan suka sesuatu yang instan adalah gaya belajar yang membawa diri dan dunia pendidikan ke arah kegagalan. Jangan pernah mengeluh gagal jika tidak pernah berusaha. WASSALAM

Comments

Popular posts from this blog

PELAYANAN YOHANES PEMBAPTIS (MATIUS 3:1-17)

MENYINGKAP TABIR MATERIALISME DAN HEDONISME PARA ARTIS JAMAN KINI

NILAI SOLIDARITAS ACARA WUAT WA’I DALAM MASYARAKAT ADAT MANGGARAI