AKU, CINTA, DAN IBUKU

Masih segar dalam ingatan saya akan peristiwa itu. Sebuah peristiwa yang membangunkan imaginasiku yang sedang tertidur pulas dalam segala kemapanan hidupku. Pada saat yang sama, kesadaranku yang sedang tidurpun serentak terjaga dari tidur manisnya juga. Peristiwa itu seolah menyentak seluruh diriku dan membuat alam semesta berjaga bersamaku dan menyanyikan lagu gembira bersamaku. Mengapa tidak! Bukanlah sebuah hal yang biasa kalau kita mengakui bahwa kita bersalah dan beranjak pergi secara bebas dan leluasa seraya memekikkan suara gembira bahwa “aku sudah bertobat dan mau hidup seribu tahun lagi”. Cita-cita ingin hidup seribu tahun lagi inilah yang mendorong aku untuk meninggalkkan cara hidupku yang lama dan mau bangkit dari keterpurukan hidupku. Aku sudah lima tahun mapan hidup dalam kesalahan dan menikmati hidup dalam kecanduan. Dalam hidup yang serba bergantung pada sebuah kenikmatan sesaat. Dan sekarang, kugantungkan cara hidup lamaku dilangit-langit rumahku yang lama dan kutanamkan sikap hidup yang baru di dasar rumahku yang baru.
Inilah sepenggal catatan harian dari sahabatku yang dengan rela membagikannya kepadaku. Dia mengirimkan catatan hariannya ini secara sadar pada minggu keempat masa prapaskah. Ketika aku pertama kali membaca catatan singkat personalnya ini, awalnya saya tidak percaya kalau dia bisa terjerumus dalam situasi hidup yang demikian. Namun aku menyadari bahwa hidup dan kesadaran manusia juga berada dalam evolusi. Manusia selalu berhadapan dengan aneka tawaran dan pilihan.dan kita adalah tuan atas segala tawaran dan pilihan itu. Manusia hendaknya memilih sesuatu yang bisa menjamin mutu kemanusiaannya. Kenyataan hidup tidak bisa berbanding lurus seperti yang kita bayangkan
Catatan harian sahabatku ini memberikan inspirasi batin yang amat dalam. Hidup memang perlu dirayakan, entah saat berhadapan dengan suakcita ataupun dukacita, entah di saat masa suram menyerobot masuk secara selundup ke dalam hidup kita. Sahabatku merayakan kemenangan karena berhasil mengalahkan dirinya sendiri dan membangun hidup yang baru. Ia berani membawa hidupnya ke tempat yang lebih jauh lagi. Kemudian saya bertanya ke dalam diriku sendiri, kapan saya berdendang bersama alam semesta untuk merayakan kemenangan atas diriku sendiri? Saya, anda dan kita semua berhak menjadi pemenang. Dan kita dipanggil untuk menjadi pemenang. Beranilah bermimpi…ayo….
Di pekan yang sama, saya mendapat nasehat bijak dari seorang pengarang best seller dan buku-bukunya menjadi bacaan kesukaanku. Lewat bukunya yang berjudul “ Eleven Minutes”, Ia mengajarkanku tentang cinta. Dari keseluruhan isi bukunya ini, hanya satu hal yang takkan aku lupakan dan saya berharap ini menjadi kisah yang abadi dalam hidupku. Atau kalau bisa, kisah ini harus masuk dan mengalir secara menyakinkan dalam sum-sum kesadaranku. Kisah itu adalah kisah cinta.
Cinta ternyata tidak diasalkan dan terdapat pada diri orang lain. Ia terpatri dan bersemayam secara sempurna di dalam lubuk hati kita masing-masing. Kita hanya diberi tugas untuk membangkitkan cinta itu dan menjadikannya energi yang menggerakkan seluruh diri kita ke arah pribadi yang positif. Pada saat kita berusaha untuk membangkitkan cinta itulah kita membutuhkan kehadiran orang lain. Alam semesta terasa damai dan indah jika ada orang lain yang rela memahami dan mendengarkan perasaan kita.
Sahabatku yang dengan rela hati membagikan perasaan jiwanya sedang berusaha membangkitkan cinta yang tertanam dalam dirinya. Sukacita besar baginya jika ia didengarkan dan segenap ciptaan tahu bahwa dia sedang mengalami sukacita yang besar. Tidakkah demikian di antara kita? Saya anda dan kita semua memiliki potensi untuk menjadi partner orang lain dalam membangkitkan cinta yang nyaris lumpuh dan mandul dalam diri mereka. Kelumpuhan dan kemandulan cinta itu akan nyata jika mereka dan kita sekalian bekerja sendirian. Allah Bapa dan Roh kudus berusaha membangkitkan perasaan cintaNya kepada segenap ciptaan dengan menjadikan Yesus sebagai rekan KerjaNya. Allah Bapa dan Roh Kudus akhirnya bermufakat untuk mengutus Yesus. Dan peristiwa keselamatan juga tidak akan terjadi jika Maria tidak rela menjadi partner Allah untuk membangkitkan perasaan cintaNya.
Pada hari minggu paskah kebangkitan Tuhan, saya menulis beberapa kalimat berharga sebagai ungkapan atas rasa rinduku kepada kedua orang tuaku di rumah khususnya kepada ibuku yang tercinta. Apa yang saya tulis merupakan letupan dari perasan yang terpendam akan kasih seorang ibu kepadaku. Pernah terlintas dalam bayanganku, bagaimana rasanya merayakan paskah bersama dengan ibuku lagi. Namun kenyataan tak semudah yang dibayangkan. Yang ada hanyalah catatan harian.
Bagiku, kata yang paling indah di bibir manusia adalah “Ibu” dan panggilan yang paling indah adalah “ Ibuku”. Ini merupakan kata yang penuh harapan dan cinta. Sebuah kata manis yang datang dari hati yang terdalam. Ibu adalah segalanya. Dia penghibur dalam kehimpitan, harapan dalam kesengsaraan, dan kekuatan dalam kelemahan. Dia adalah sumber cinta, keramahan, simpati, dan maaf.
Aku sangat merindukanmu “Ibu”. Namun bukan hanya saya dan spesies sejenis saya yang memiliki Ibu. Segala sesuatu di dunia ini memiliki ibu. Matahari adalah ibu dari bumi dan memberikan makanannya. Dia belum meninggalkan dunia pada malam hari sampai bumi tertidur. Sampai berhentinya nyanyian samudera dan kicauan burung-burung. Dunia adalah ibu dari pohon-pohon dan bunga-bunga. Ia melahirkan, memelihara dan menuai mereka. Pepohonan dan bunga-bunga menjadi ibu dari buah-buah dan kenihnya. Dan ibu dari segala mahluk adalah Roh abadi yang penuh keindahan dan cinta.
Cinta merupakan kesadaran spiritual yang menyuarakan suara universal. Untuk menemukannya, kita tidak menggunakan tehnologi yang canggih. Kesadaran ini terletak dalam perasaan seluruh jiwa dan badan. Ketika aku merindukan seorang ibu, saat itulah kesadaran spiritual tersingkap. Merindukannya merupakan wujud kebangkitan cinta. Cinta ternyata lebih kuat daripada kematian. Seorang sahabat yang membuka diri terhadap dunia yang berubah dengan kesadaran tinggi untuk meninggalkan dunia lamanya merupakan wujud kesadaran spiritualnya yang tinggi. Dia hendak membangun hidupnya di atas batu karang yang baru dan kokoh. Di dalam dirinya kita bisa membaca secara cemerlang tentang keberadaan manusia yang sesungguhnya. Dia menemukan seorang ibu dari pengakuan yaitu pengampunan dan maaf. Wasallam…. By: Monsy, zy.
Comments
Post a Comment