MEDIA SOSIAL DI MATA PEMIKIR BEBAS (Menelaah Kegilaan Manusia Berhadapan dengan Media Sosial)

Sebagai pegiat media sosial, saya seringkali menemukan aneka kejanggalan (kalau bileh dikatakan demikian) di lini masa media sosial akhir-akhir ini. Terdapat banyak kategori pengguna media sosial. Kategori ini diberikan berdasarkan kecenderungan pengguna dalam hal ini pemanfaatan media sosial oleh pengguna dalam keberlangsungan hidupnya. Salah satu ketegori itu adalah kemabukan. Salah satu ciri mabuk medsos adalah kebablasan. Dia tidak pernah saring apa yang dia Sharing, juga tak sempat memikirkan apa yang ditulis di lini medsosnya. Lebih gilanya lagi bahkan berani menelanjangi diri dengan menjual secara gratis masalah pribadinya. Mungkin mereka berpikir "biar orang lain iba atau berempati dengan dirinya". Bisa saja ada yang berempati tetapi jumlanya sedikit ketimbang yang geram dan tertawa lucu atas kebablasan kita. Akan tetapi bagi saya justru kualitas hidup anda dengan mudah dipantau dan dikenal dari aktivitas anda termasuk apa yang anda tulis. Yang lebih memprihatinkannya lagi adalah mereka yang sudah berkeluarga begitu berani merendahkan atau menulis nada kebencian tentang pasangannya. Masalah privat menjadi konsumsi publik. Sungguh sangat tidak elok dan elegan. Manusia yang sudah berkeluarga pasti sudah dewasa dalam memberi keputusan termasuk ketika berhadapan dengan konflik dalam rumah tangga. Medsos memanusiawikan diri sekaligus menjadi wadah pengekspresian diri secara positif. Tidak semua emosi jiwa harus diekspresikan lewat medsos. Tak jarang saya menemukan berbagai curhatan dan ujaran kebencian yang dilontarkan beberapa orang perihal pasangan hidupnya. Bahkan ada yang mengeluarkan kata binatang untuk seorang manusia yang dicintainya. Kenyataan ini sangatlah kontradiktif. Bagaimana mungkin kita sudah mengaku cinta dengan apsangan dan berjanji mencintainya dalam bentuk dan situasi apapun tetapi di lain sisi kita menelanjangi sisi kemanusiaannya serta merendahkan kemanusiaanya di ruang publik. Tak jarang kejadian ini tidak berimbang. Menjadi tidak berimbang karena bisa saja pasangan kita tidak pernah membuka media sosial dan berusaha mengklarifikasi mengenai curahan hati tentang dirinya di media sosial. Kejelakan pasangan yang dilontarkan di media sosial menjadi konsumsi publik dan pihak ayng dijelekan tidak mengetahui sedikitpun perihal tersebut. Namun, terdapat juga sebagian orang yang secara terang-terangan bersilat liodah di media sosial. Berkelahi satu sama lain di media sosial. Lagi-lagi ayng diuntungkan adalah publik. Mereka seolahs edang membaca cerita pendek dengan isi cerita yang menegangkan. Kalau masih mabuk medsos, mari berbenah (Refleksi bagi diri karena zaman now gerakan jari-jari bisa berujung jeruji besi).

Comments

Popular posts from this blog

PELAYANAN YOHANES PEMBAPTIS (MATIUS 3:1-17)

MENYINGKAP TABIR MATERIALISME DAN HEDONISME PARA ARTIS JAMAN KINI

NILAI SOLIDARITAS ACARA WUAT WA’I DALAM MASYARAKAT ADAT MANGGARAI