PERJUMPAAN; MEMULIAKAN SESAMA
Manusia bukanlah mahluk soliter yang berdiri sendiri. Dia senantiasa ada bersama yang lain. Dalam keberadaannya itu, pengalaman perjumpaan adalah pengalaman yang tak terelakan. Kecuali kalau ada jenis gangguan jiwa yang salah satu cirinya adalah ketakutan yang besar untuk berjumpa dengan yang lain. Namun, kecenderungan umum manusia adalah ingin ada bersama dengan yang lain. Bahkan ketika ada bersama yang lain, sisi kemanusiaannya sudah sempurna.
Dalam perjumpaan selalu ada makna yang dibahasakan. Makna itu merupakan pesan dan kesan yang muncul dari aktivitas perjumpaan tersebut. Makna itu langsung dipahami bahkan diproduksi menjadi pesan dan kesan yang mendatangkan aneka suasana. Berbicara perihal suasana hati, sifatnya selalu subjektif karena isinya sangat bergantung pada subjek yang memberi pesan dan menerima pesan tersebut.
Perjumpaan yang indah selalu menawarkan kebahagiaan. Kebahagiaan itu adalah surga yang nyata. Tak jarang dalam perjumpaan juga hadir suasana yang berkebalikan dari itu yaitu kesengsaraan. Kehadiran yang lain terasa bak neraka yang nyata. Ketika perjumpaan dimaknai sebagai neraka, peristiwa tersebut bukan lagi sebagai perjumpaan yang indah tetapi perjumpaan yang menegangkan.
Emanuel levinas tatkala berbicara tentang eksistensi manusia selalu merujuk kepada ada yang lain. Dia membahasakan bahwa sesama adalah ada yang lain dan yang lain sama sekali dari saya. Karena lain sama sekali dari saya, kita tidak dapat memaksanya untuk menjadi seperti yang saya inginkan. Yang perlu dilakukan adalah perlakukan yang lain sesuai dengan adanya. Sedangkan ketika kita mengukur tolok ukur cinta kepada yang lain, ukurannya adalah dengan sebuah adagium indah dari levinas di mana yang lain adalah aku yang lain. Seberapa besar cintaku kepada diriku sendiri, demikian jugalah besarnya cinta kita kepada sesama. Oleh karena itu tidak ada tempat di mana muncul kecenderungan untuk membunuh yang lain dengan dalih apapun termasuk dalih yang termaktub dalam kitab suci.
Yang lain adalah pribadi yang harus dijaga keselamatannya. Dengan demikian perjumpaan kita dengan yang lain sekaligus memberikan jaminan akan keselamatannya. Juga sebuah jaminan atas penghargaan martabatnya sebagai manusia. Sejauh sesama dilahirkan sebagai manusia, kita tidak pernah selesai memuliakan martabatnya.
Comments
Post a Comment